Thursday, November 24, 2011

SEJARAH KEBUDAYAAN “SEKUJANG” (Desa Tapak Gedung Kec. Tebat Karai Kab. Kepahiang)

Cerita Rakyat
SEJARAH KEBUDAYAAN
“SEKUJANG”
(Desa Tapak Gedung Kec. Tebat Karai Kab. Kepahiang)

Pada zaman dahulu di daerah pedalaman kepahiang (sekarang bernama Desa Tapak Gedung Kecamatan Tebat Karai Kabupaten Kepahiang), hiduplah seorang laki-laki tua buta, tuli dan pincang. Bapak tua tersebut memiliki kelebihan yaitu bisa mengobati berbagai macam penyakit dengan cara tradisonal serta dapat meracik obat dengan bahan-bahan dari alam. Banyak masyarakat setempat datang ke tempat bapak tua buta tuli tersebut untuk berobat meskipun harus berjalan jauh ke hutan menuju talang bapak tua tesebut.
Pada suatu hari, datanglah seorang anak cucunya dengan membawa makanan dan kue ke tempat bapak tua buta tuli tersebut dengan maksud bersilaturahmi dan mengabarkan bahwa di kampungnya sudah lebaran. Terkejutlah bapak tua itu mendengar kabar tersebut. Dengan nada kaget dan tidak percaya bapak tua tesebut berkata “ngaponyo kamu la lebaran sedangkan itonganku belum lebaran sebab ku ngitung jugo bulan puaso ni (kenapa kamu sudah lebaran, sedangkan menurut hitungan saya belum lebaran, sebab saya juga menghitung bulan puasa ini)”.
Hari berikutnya pergilah bapak tua tersebut kedusun  untuk merayakan lebaran karena didalam pikirannya hari ini waktu yang tepat untuk merayakan lebaran. Sesampai didusun apa yang hendak dikata rupanya idul fitri sudah lima hari berlangsung, sehingga di dusun tersebut sudah tampak sepi. Setelah itu bertandanglah si bapak tua tersebut  kerumah kerabat, teman dan sanak saudaranya. Karena bapak tua bisa mengobati berbagai penyakit dan selalu membawa ramuan obat-obatan bagi yang membutuhkannya, sehingga setiap kali bertandang kerumah warga bapak tua ini selalu di beri kue oleh masyarakat setempat. Setiap deberi kue, kebiasaan bapak tua selalu mendoakan orang yang memberikan kue tersebut yang menurut warga setempat doa bapak tua tersebut selalu dikabulkan oleh Allah SWT.
Dengan bergantinya waktu dan perubahan zaman, lama-kelamaan kebudayaan sekujang ini banyak mengalami perubahan. Sampai sekarang kebudayaan sekujang ini masih menjadi tradisi masyarakat  Desa Tapak Gedung. Yang mana setiap malam kedua idul fitri, ada sekelompok pemuda yang berjumlah enam orang yang menyamarkan badan dengan memakai topeng serta berlagak buta, tuli dan pincang mendatangi rumah-rumah warga untuk memintai kue sambil takbiran, menari dan bernyanyi. Adapun nyanyian mereka yaitu: ”jang sekujang minta lemang sebatang ndak ngisi pengut panjang lalahu…….” Nyanyian tersebut diiringi oleh musik rabana yang dimainkan oleh enam orang pemuda tersebut. Setelah diberi kue/makanan, salah seorang dari  mereka berenam ada yang bertugas membaca doa (doa selamat, doa mudah rezki, sesuai yang diminta pemberi kue). Sebagai imbalan bagi warga yang memberi kue sekelompok pemuda tersebut tidak hanya mendoakan warga tapi juga memberikan obat-obatan tradisional bagi yang membutuhkan. Selanjutnya kue yang di kumpulkan oleh enam orang pemuda tersebut di bawa ke masjid untuk jamuan doa, yang kemudian kue-kue tersebut dimakan bersama.
Sampai sekarang tradisi sekujang ini masih tetap di lestarikan oleh masyarakat Tapak Gedung setiap setahun sekali yaitu setiap malam lebaran kedua idul fitri. Masyarakat percaya tradisi sekujang ini dapat membawa berkah dan keselamatan bagi warga masyarakat Tapak Gedung.